Kisah Heroik “Rambo Indonesia” yang Rela Jadi Martir Demi Jiwa Korsa‼

Headline, Kopassus25,023 views

OKEBUNG|
Di setiap peringatan hari kemerdekaan, nama-nama pahlawan yang gugur di medan operasi kembali dikenang. Salah satunya adalah Prajurit Satu (Anumerta) Suparlan, anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang aksi heroiknya di Timor Timur pada tahun 1983 menjadikannya legenda yang dijuluki “Rambo Indonesia”. Kisah pengorbanan dirinya telah dicetak dalam tinta emas sejarah TNI dan diabadikan sebagai nama Landasan Udara di Pusdikpassus Batujajar.

Kala Pasukan Elit Terjepit di Zona Maut
Kisah dramatis ini bermula ketika satu unit kecil tim gabungan TNI terdiri dari personel Kopassus dan Kostrad di bawah pimpinan Letnan Poniman Dasuki, sedang melaksanakan patroli di Zona Z, sebuah area rawan di pedalaman Timor Timur. Misi mereka adalah melakukan penyergapan terhadap pos pengamatan Fretilin, sayap militer Falintil yang saat itu menentang integrasi.

Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Unit kecil TNI itu justru disergap dan dikepung oleh kekuatan Fretilin yang jauh lebih besar. Sumber militer menyebut jumlah musuh mencapai sekitar 300 milisi bersenjata lengkap. Pertempuran menjadi tidak seimbang. Satu per satu prajurit TNI gugur, dan lima personel yang tersisa dipaksa mundur hingga terpojok di bibir jurang.

Pekik “Komandan, Saya Akan Menghambat!”
Hanya ada satu celah sempit di bukit yang dapat menjadi jalan lolos bagi sisa unit yang terluka. Letnan Poniman memerintahkan pasukannya untuk segera melarikan diri menuju celah tersebut. Saat itulah, di tengah hujan peluru, Pratu Suparlan yang berada di garis depan mengambil keputusan yang mengubah nasib rekan-rekannya.

“Komandan bawa yang lainnya, saya akan berusaha menghambat!” pekik Suparlan, mengabaikan perintah mundur.

Tanpa ragu, ia membuang senapan pribadinya yang kehabisan amunisi. Ia kemudian mengambil senapan mesin Minimi milik rekannya yang telah gugur, dan seorang diri, berlari kencang ke arah datangnya rentetan tembakan Fretilin.

Lawan Hujan Peluru dengan Pisau Komando
Aksi Suparlan ibarat membakar diri sebagai umpan. Ia memberondong musuh, mengamuk bak banteng yang terluka, hingga seluruh perhatian Fretilin tertuju padanya. Tubuhnya dihujani timah panas, membuat seragam lorengnya bersimbah darah.

Namun, sang prajurit tidak jatuh. Ketika Minimi di tangannya sunyi karena kehabisan amunisi, ia tersungkur karena kelelahan dan luka parah. Namun, semangatnya tetap membara.

Dicabutnya Pisau Komando. Dalam kondisi berlumuran darah, Suparlan merangkak, melawan musuh yang mendekat dalam pertarungan tangan kosong. Tercatat, enam anggota Fretilin tumbang menjadi korban ketangkasan terakhirnya.

Pengorbanan Martir: Allahu Akbar‼️
Suparlan akhirnya terduduk lunglai, tak mampu lagi berdiri. Ia tahu maut sudah di depan mata. Saat puluhan anggota Fretilin mengerumuninya, mengokang senjata untuk tembakan terakhir, Pratu Suparlan melakukan upaya pengorbanan tertinggi.

Dengan sisa tenaga, ia mencabut pin dua buah granat yang telah disiapkan di sakunya. Konon, ia melompat ke tengah kerumunan musuh sambil mengucapkan “Allahu Akbar!”

Dua ledakan keras menghancurkan tubuh Suparlan, sekaligus menewaskan puluhan milisi Fretilin di sekitarnya. Pengorbanan Suparlan memastikan keselamatan sisa unit TNI.

Atas jasa dan keberanian luar biasa yang melampaui tugas, Pratu Suparlan dianugerahi kenaikan pangkat Kopral Dua (Anumerta) dan Bintang Sakti. Kisah ini menjadi pengingat abadi bagi seluruh prajurit TNI bahwa keberanian sejati adalah pengorbanan diri demi kawan dan bangsa.

Sumber Referensi: Majalah Baret Merah, Kesaksian Letnan Poniman Dasuki, Arsip TNI AD.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan