Anak Tercinta: Sebuah Kritik dalam Perspektif Ilmu Administrasi

Headline778 views

Oleh. DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns, M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (PP LAFKI)

Anak-anak adalah cerminan dari masa depan bangsa, harapan yang ditanamkan dalam setiap tawa dan tangisan mereka. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Dorothy Law Nolte, “Bila seorang anak hidup dengan kritik, ia akan belajar menghukum. Bila seorang anak hidup dengan permusuhan, ia akan belajar kekerasan. Bila seorang anak hidup dengan olokan, ia belajar menjadi malu. Bila seorang anak hidup dengan rasa malu, ia belajar merasa bersalah.” Ungkapan ini mengandung kedalaman makna yang tak terbantahkan, mengajak kita untuk merenungi bagaimana setiap perlakuan yang mereka terima membentuk jiwa mereka, mengukir pola pikir dan tindakan yang akan mereka ambil di kemudian hari.

Dalam perspektif ilmu administrasi, tugas menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung bagi anak-anak tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga, tetapi juga pemerintah dan masyarakat luas. Pendidikan yang baik, lingkungan yang aman, serta kebijakan yang mendukung kesejahteraan anak adalah fondasi utama untuk membangun generasi yang kuat dan berdaya saing. Namun, kenyataan sering kali berbicara sebaliknya.

Jajanan Anak Sekolah dan Keamanan Pangan
Jajanan anak sekolah adalah salah satu aspek yang memerlukan perhatian serius. Banyak sekali kasus di mana jajanan tersebut tidak memenuhi standar kesehatan dan kebersihan. Ketiadaan sertifikat layak sehat dari dinas terkait sering kali menjadi penyebab utama. Apakah pemerintah telah cukup tegas dalam mengawasi dan mengatur hal ini? Apakah ada regulasi yang jelas mengenai pengaturan jarak penjual jajanan dari sekolah, untuk memastikan bahwa yang dijual adalah makanan yang aman dikonsumsi?

Mengamati fenomena ini, kita melihat bahwa belum ada sistem pengawasan yang ketat dan berkelanjutan. Pemerintah perlu membangun mekanisme pengawasan yang lebih efektif, melibatkan berbagai pihak dari tenaga kesehatan hingga komunitas sekolah, untuk memastikan setiap jajanan yang dijual aman bagi anak-anak. Implementasi sertifikasi wajib bagi setiap pedagang makanan di sekitar sekolah harus menjadi prioritas.

E-Cigarette dan Pembatasan Usia
Masalah lain yang tidak kalah penting adalah maraknya penggunaan e-cigarette di kalangan anak muda. Pembatasan usia untuk penjualan produk ini masih menjadi isu yang sering diabaikan. Banyak penjual yang dengan mudahnya menjual e-cigarette kepada anak di bawah umur, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya. Di sinilah peran pemerintah sangat krusial. Regulasi yang ketat dan pengawasan yang berkelanjutan harus diterapkan untuk mencegah penyebaran e-cigarette di kalangan anak muda.

Beban Belajar dan Ekstrakurikuler
Di sisi lain, sistem pendidikan juga menyisakan banyak PR yang harus diselesaikan. Pemberlakuan hari belajar lima hari seminggu dengan konsep full day school seharusnya memberikan waktu lebih bagi anak untuk beristirahat dan menikmati waktu luangnya. Namun, kenyataannya, banyak anak yang masih dibebani dengan tugas-tugas sekolah bahkan di hari Sabtu. Hal ini tentu menambah tekanan dan stres pada anak-anak, yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain dan beristirahat.
Pemerintah dan lembaga pendidikan harus mengevaluasi kembali kebijakan ini. Anak-anak membutuhkan keseimbangan antara belajar dan bermain, antara pendidikan formal dan pengembangan diri melalui aktivitas ekstrakurikuler yang tidak membebani. Kurikulum harus dirancang sedemikian rupa agar lebih fleksibel dan berfokus pada pengembangan karakter dan kreativitas anak.

Krisis Kesehatan di Kalangan Anak Muda
Fenomena meningkatnya kasus diabetes di kalangan anak muda, seperti yang dijelaskan oleh dr. Tirta Mandira Hudi, juga menjadi perhatian serius. Konsumsi berlebihan minuman manis telah menyebabkan banyak anak muda mengalami kerusakan ginjal dan harus menjalani cuci darah di usia yang sangat muda. “Efeknya baru terasa saat mereka umur 35-40 tahun tiba-tiba harus cuci darah,” ujar dr. Tirta. Ini menunjukkan betapa pentingnya edukasi gizi sejak dini.

Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk mengatur konsumsi gula di kalangan anak-anak dan remaja. Kampanye kesehatan yang masif dan edukasi yang berkelanjutan mengenai pola makan sehat harus menjadi bagian integral dari kebijakan kesehatan nasional. Sekolah-sekolah juga harus dilibatkan dalam program ini, memastikan bahwa setiap anak memahami pentingnya menjaga pola makan yang sehat.

Kesimpulan
Dalam merenungi peran kita terhadap masa depan anak-anak, kita diingatkan kembali oleh kata-kata Dorothy Law Nolte, “Bila seorang anak hidup dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Bila seorang anak hidup dengan keadilan, ia belajar menjalankan keadilan. Bila seorang anak hidup dengan ketentraman, ia belajar tentang iman. Bila seorang anak hidup dengan dukungan, ia belajar menyukai dirinya sendiri. Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, ia belajar untuk mencintai dunia.”

Melalui perspektif ilmu administrasi, kita dapat melihat bahwa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak. Kebijakan yang tepat, pengawasan yang ketat, serta pendidikan yang seimbang adalah kunci untuk membangun generasi yang kuat dan berdaya saing. Setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini akan menentukan bentuk dunia yang akan kita wariskan kepada mereka. Mari bersama-sama, dengan cinta dan dukungan, kita ciptakan dunia yang lebih baik untuk anak-anak kita.