SIANTAR|
Organisasi Gerak 08 yang dipimpin Revitriyoso Husodo selaku Ketua Umum Gerak 08 dan Torop Sihombing sebagai
Ketua Gerak 08 Wilayah Sumut menggelar diskusi publik “Quo Vadis UU TNI”,
Sabtu, 12 April 2025, pukul 14.30 WIB, bertempat di Cafe 2’De Point, Jl. Farel Pasaribu No.16, Kelurahan Siantar Selatan, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara (Sumut).
Diskusi publik bertajuk “Quo Vadis UU TNI” yang diselenggarakan oleh organisasi Gerak 08.* dihadiri peserta sekitar 80 orang, dengan penanggung jawab kegiatan Torop Sihombing juga dihadiri Revitriyoso Husodo (Ketua Umum Gerak 08),Torop Sihombing (Ketua Gerak 08 Wilayah Sumut),Dr. Sarles, S.H., M.H. (Dekan Fakultas Hukum USI),Dame Jonggi, S.H.(Ketua Ikatan Advokat Indonesia Cabang Siantar),Randa Wijaya (Koordinator ISMEI Wilayah Sumut–Aceh),
Feri Simarmata, S.H., S.Hut (Moderator).
Selain itu hadir juga para tokoh pemuda,perwakilan Serikat Buruh,tokoh masyarakat,pegiat sosial,tokoh adat dan budaya,insan Pers,Yuda Cristian (Ketua LMND USI) dan Fauzan Pasaribu (Ketua BEM Fakultas Ekonomi USU)
Ketua Umum Gerak 08 Revitriyoso Husodo dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan diskusi ini bertujuan untuk membahas secara terbuka mengenai revisi UU TNI yang telah disahkan. Ia menyoroti bahwa wacana revisi ini sebenarnya telah berlangsung cukup lama, namun baru menjadi perdebatan terbuka saat ini.
“Saya mengajak seluruh peserta untuk tidak melihat revisi ini sebagai ancaman, melainkan sebagai ruang refleksi untuk memperkuat posisi TNI sebagai kekuatan negara yang profesional dan dekat dengan rakyat,”tegasnya.
Sementara itu,Torop Sihombing menjelaskan bahwa Gerak 08 bukanlah kelompok yang anti militer, justru melihat TNI sebagai pilar utama kekuatan bangsa. Ia menyatakan “TNI adalah simbol kekuatan dan kedaulatan negara. Jangan pernah kita biarkan upaya-upaya politik yang ingin memecah belah antara TNI dan rakyat. Revisi UU TNI harus dilihat sebagai upaya memperjelas tugas dan fungsi TNI di tengah tantangan global yang semakin kompleks,”sebutnya.
Dr. Sarles, S.H., M.H. juga memberikan pandangan akademik bahwa UU TNI perlu disesuaikan dengan dinamika politik dan kebutuhan strategis negara.
“Revisi ini adalah keniscayaan. Namun, kita harus meletakkan pengaturan itu dalam bingkai konstitusional. TNI harus tetap berada di bawah kendali sipil, namun juga perlu ruang gerak yang cukup untuk menjalankan tugas negara. Profesionalisme TNI adalah kunci, dan pengawasan adalah pengimbang,”jelasnya.
Dame Jonggi, S.H sebagai praktisi hukum,mengingatkan pentingnya akses hukum yang adil bagi semua pihak, termasuk bagi anggota TNI yang menduduki jabatan sipil.“Kita semua sama di mata hukum. Jika memang ada pasal-pasal yang dianggap merugikan atau multitafsir, jalur Judicial Review di Mahkamah Konstitusi adalah jalan yang konstitusional. Jangan kita saling curiga, karena TNI bukanlah musuh kita, melainkan saudara kita dalam menjaga negeri ini, ”ungkapnya.
Hal senada disampaikan Randa Wijaya, perspektif mahasiswa dan generasi muda, dengan penekanan pada keberpihakan terhadap rakyat.“Kami tidak menolak TNI, kami hanya ingin memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat, termasuk revisi UU TNI, tidak menjauh dari kepentingan rakyat. TNI harus tetap berpihak pada petani, buruh, mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat kecil,”harapnya.
Dalam kegiatan ini dilakukan Sesi Tanya Jawab
#Pertanyaan dari Sdr. U. Nababan#
“Bagaimana sistem penganggaran apabila personel TNI aktif menduduki jabatan sipil? Dari mana anggaran operasionalnya berasal?”
#Tanggapan#
Dr. Sarles menjawab bahwa hal ini perlu pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden.
“Jika TNI aktif masuk ke jabatan sipil, maka pembiayaannya haruslah jelas dan terpisah dari anggaran pertahanan. Jangan sampai tumpang tindih. Ini memerlukan transparansi dan pengawasan.”
#Pertanyaan dari Sdr. Yudha Situmorang# “Bagaimana nantinya perlakuan hukum apabila TNI aktif yang menduduki jabatan sipil terlibat masalah hukum?”
#Tanggapan #
– Sdr. Dame Jonggi menjelaskan bahwa personel TNI yang menduduki jabatan sipil harus tunduk pada yurisdiksi hukum umum.
“Selama berada di posisi sipil, maka dia harus bertanggung jawab secara hukum seperti warga negara sipil lainnya. Jika tidak demikian, maka kita akan menciptakan kekebalan hukum yang tidak sehat.”
#Pertanyaan dari Sdr. Bobi Sihite#
“Apa dampak positif dan negatif dari disahkannya UU TNI ini terhadap masyarakat umum?”
#Tanggapan#
– Randa Wijaya menjawab bahwa secara positif UU ini dapat memperkuat struktur pertahanan nasional dan keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana serta konflik sosial. Namun secara negatif, jika tidak dikontrol, ada potensi over-eksposur militer dalam ranah sipil.
“Itu sebabnya penting ada keterbukaan publik dan partisipasi masyarakat sipil dalam setiap implementasi kebijakan yang melibatkan TNI.”
Kegiatan dilaksanakan bertujuan untuk memberikan ruang dialog terbuka kepada masyarakat dari berbagai kalangan, seperti akademisi, mahasiswa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan praktisi hukum untuk menyampaikan pandangan terhadap perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Selain itu mendorong pemahaman yang komprehensif terhadap substansi revisi UU TNI yang telah disahkan, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau penafsiran yang keliru di tengah masyarakat dan menumbuhkan kesadaran publik tentang pentingnya sinergi antara TNI dan masyarakat sipil dalam menjaga stabilitas nasional, dengan mengedepankan prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Kegiatan ini juga mengurangi potensi pergesekan dan konflik sosial akibat perbedaan pandangan atau informasi yang tidak utuh mengenai isi dan maksud dari revisi UU TNI.
Ia menegaskan posisi TNI sebagai alat negara yang profesional, netral, dan tunduk kepada kebijakan sipil yang sah, serta membuka ruang kritik dan kontrol yang konstruktif dari masyarakat terhadap pelaksanaan tugas TNI di lapangan.
Gerak 08 mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyikapi perubahan UU TNI secara rasional, elegan, dan proporsional melalui forum-forum diskusi, bukan dengan cara konfrontatif atau provokatif dan meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam proses evaluasi kebijakan nasional di bidang pertahanan, guna memperkuat legitimasi publik terhadap peran TNI dalam konteks demokrasi dan ketahanan nasional.
Dalam kegiatan ini Notulen Kesepakatan Hasil Diskusi
– Perlunya penguatan peran publik dalam proses legalisasi UU TNI
– Reformasi peradilan militer
– Tuntutan keterbukaan publik dalam proses pengesahan UU
– Penguatan peran TNI dalam menjaga wilayah perbatasan dan ketahanan nasional
– Pengawasan masyarakat sipil terhadap pelaksanaan UU TNI
– Profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas-tugas negara
Kegiatan ini merupakan bentuk edukasi kepada masyarakat bahwa revisi UU TNI bukanlah ancaman, namun bentuk penyesuaian terhadap kebutuhan pertahanan dan keamanan negara.
Red