Ini Daftar 6 Grup Baru Kopassus,Kini Grup Intelijen Para Komando Bermarkas di Dumai

OKEBUNG|
Presiden Prabowo Subianto meresmikan ekspansi besar Kopassus TNI AD melalui Perpres 84/2025. Struktur pasukan baret merah diperluas dari 3 menjadi 6 grup dengan markas di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Panglima Kopassus kini berpangkat letnan jenderal. Yang menarik, markas grup intelijen para komando itu kini berada di Sumatera, tepatnya di Riau yang hanya berjarak 457 KM dari wilayah Provinsi Jambi.

Presiden Prabowo Subianto melakukan ekspansi besar terhadap Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD tak lama setelah menjabat pada 2024. Dengan Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2025, struktur Kopassus diperbesar dari semula tiga grup menjadi enam grup.

Bersamaan itu, status komando Kopassus ditingkatkan. Jabatan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus (sebelumnya perwira bintang dua) berubah menjadi Panglima Kopassus berpangkat letnan jenderal (bintang tiga).

Enam komandan grup yang baru pun dipromosikan dari kolonel menjadi brigadir jenderal (bintang satu) untuk memimpin masing-masing grup.

Peresmian penambahan grup baru ini dilakukan Prabowo dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Batujajar, Bandung, 10 Agustus 2025.

“Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim… saya resmikan enam grup Komando Pasukan Khusus,” ujar Presiden Prabowo saat menekan sirine tanda peresmian.

Langkah ini juga diiringi restrukturisasi komando pasukan elite matra lain, yakni Korps Marinir TNI AL dan Korps Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU pun dipimpin jenderal bintang tiga setara Panglima.

Penambahan grup baru membawa perubahan signifikan pada struktur Kopassus. Saat ini, Kopassus terdiri dari enam Grup para komando, ditambah Satuan 81 Gultor (penanggulangan teror) dan Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus). Masing-masing grup memiliki wilayah operasi dan tugas khusus, memperkuat posisi Kopassus sebagai pasukan strategis di tubuh TNI. Berikut rincian struktur dan satuan Kopassus terkini:

Grup 1/Para Komando – Bermarkas di Taktakan, Serang, Banten (Pulau Jawa). Grup tertua Kopassus ini bermotto Eka Wastu Baladhika dan berisi empat batalyon tempur. Tugasnya mencakup operasi khusus meliputi infiltrasi, pertempuran hutan, raid, dan sabotase, serta operasi konvensional terbatas. Sejak dibentuk tahun 1963, Grup 1 kerap terlibat dalam berbagai penugasan strategis di dalam maupun luar negeri, termasuk operasi militer di Sumatra dan wilayah barat Indonesia. Markas Serang yang dekat Jakarta menjadikan Grup 1 sebagai ujung tombak jika terjadi situasi genting di ibu kota atau sekitarnya.

Grup 2/Para Komando – Bermarkas di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah (Pulau Jawa). Didirikan tahun 1962, Grup 2 bermotto Dwi Dharma Bhirawa Yudha dan memiliki tiga batalyon para komando. Tugas pokoknya serupa dengan Grup 1, yaitu operasi lintas udara, perang hutan, operasi sandhi yudha (gerilya dan kontra-gerilya), hingga direct action menyerbu sasaran strategis. Berbasis di Jawa Tengah, Grup 2 secara geografis strategis untuk menjangkau wilayah tengah dan timur Indonesia dengan cepat. Baik Grup 1 maupun Grup 2 inilah tulang punggung operasi tempur Kopassus sejak era konfrontasi hingga penanganan konflik domestik di berbagai daerah.
Grup 3/Para Komando – Markas semula di Cijantung, Jakarta Timur, akan direlokasi ke Kota Dumai, Riau (Pulau Sumatra). Historisnya, Grup 3 dikenal sebagai Grup Sandhi Yudha yang berfokus pada intelijen tempur dan operasi clandestine di belakang garis musuh.

Pada masanya, Grup 3/Sandhi Yudha melatih prajurit untuk penyusupan senyap, pengintaian khusus, dan kontra-pemberontakan. Dengan pemindahan markas ke Sumatra, Grup 3 kini diplot memperkuat pertahanan di pulau barat Indonesia tersebut, mengingat sebelumnya Sumatra belum memiliki markas Kopassus. Walau peran intelijen tempurnya kemungkinan akan dilepas ke satuan tersendiri ke depan, saat ini Grup 3 tetap menjadi unsur kunci kemampuan “cepat, senyap, tepat” Kopassus di lapangan.Spesialisasi Grup 3 meliputi:Intelijen Tempur (Combat Intel): Kemampuan mengumpulkan informasi di lapangan untuk mendukung operasi militer. Kontra-Pemberontakan (Counter Insurgency): Kemampuan untuk menanggulangi gerakan pemberontakan atau separatis. Anggota Grup 3 diseleksi secara ketat dan dilatih untuk memiliki kemampuan khusus dalam peperangan rahasia.

Grup 4/Para Komando – Direncanakan bermarkas di Penajam, Kalimantan Timur dekat kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pembentukan Grup 4 merupakan bagian dari ekspansi 2025 untuk mengokohkan kehadiran TNI AD di Pulau Kalimantan, apalagi dengan akan beroperasinya IKN. Sebagai grup para komando baru, personel Grup 4 diproyeksikan mampu mengemban berbagai tugas tempur khusus di lingkungan hutan, rawa, dan pesisir, khas kondisi alam Kalimantan. Kehadiran Grup 4 di IKN juga memberi sinyal politis, untuk memastikan keamanan ibu kota baru dengan menempatkan pasukan elite di jantung Kalimantan.

Grup 5/Para Komando – Akan dibangun markasnya di Kendari, Sulawesi Tenggara. Ini menjadikan Pulau Sulawesi untuk pertama kalinya memiliki markas Kopassus sendiri. Grup 5 diharapkan memperkuat pengamanan kawasan Indonesia timur (Sulawesi, Maluku hingga Nusa Tenggara) mengingat posisi Kendari yang strategis di jazirah tenggara Sulawesi. Sebagai pasukan para komando, Grup 5 akan mampu digerakkan cepat menghadapi potensi ancaman separatis maupun terorisme di kawasan Poso, Maluku, atau perbatasan Filipina, dimana sebelumnya operasi semacam itu harus dimobilisasi dari Jawa. Pemerintah Provinsi Sultra bahkan menyiapkan lahan 200 hektare untuk markas Grup 5 ini sebagai dukungan strategis.

Grup 6/Para Komando – Bermarkas di Timika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Pembentukan Grup 6 jelas berhubungan dengan intensitas operasi militer di Papua. Kopassus sudah lama diterjunkan di Papua untuk penanggulangan OPM, dan kini markas permanen di Timika memberi postur ofensif sekaligus defensif langsung di jantung area konflik. Pasukan Grup 6 diharap mampu melakukan penindakan awal terhadap ancaman separatis di Papua bersama Kodam setempat. Secara politis, penempatan grup Kopassus di Papua juga menunjukkan pendekatan pemerintah yang lebih keras dan terfokus dalam menangani gerakan separatis. Meski demikian, tokoh masyarakat Papua telah mewanti-wanti agar keberadaan markas Kopassus ini tidak menimbulkan ekses negatif bagi warga lokal.

Satuan 81/Gultor (Penanggulangan Teror) – Satuan elit anti-teror Kopassus yang bermarkas di Cijantung, Jakarta. Sat-81 berisi operator-operator khusus terpilih dari Kopassus yang dilatih menghadapi skenario kontra-terorisme, penyelamatan sandera, pembajakan pesawat, dan penjinakan bahan peledak.

Detasemen 81 ini didirikan tahun 1982 pasca pelatihan antiteror di Jerman, oleh tokoh Kopassus Luhut Binsar Panjaitan dan Prabowo sebagai komandan dan wakil komandan pertamanya. Sepanjang sejarah, Sat-81 telah menorehkan prestasi gemilang, salah satunya Operasi Woyla 1981 saat pasukan Kopassandha (nama Kopassus saat itu) membebaskan sandera pesawat Garuda yang dibajak di Bangkok dengan sukses gemilang. Hingga kini Sat-81 Gultor tetap menjadi satuan andalan TNI dalam menghadapi ancaman terorisme berisiko tinggi, termasuk operasi pembebasan sandera di dalam maupun luar negeri.

Pusdiklatpassus (Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus) – Berlokasi di Batujajar, Jawa Barat. Ini adalah “jantung” pendidikan Kopassus, tempat melatih calon prajurit komando melalui pendidikan komando yang tersohor beratnya, serta berbagai sekolah spesialis (Para, Sandhi Yudha, spesialisasi, Raider, dll).
Pusdiklatpassus berdiri sejak 1962 dan bertugas menyiapkan personel Kopassus agar memenuhi standar tinggi pasukan khusus. Meskipun bukan grup tempur, Pusdiklatpassus adalah elemen vital yang menjamin regenerasi etos “cepat, senyap, tepat” Kopassus terus terjaga dari masa ke masa.

Presiden RI Prabowo Subianto
Dari RPKAD hingga Reformasi
Kopassus lahir dari kebutuhan militer Indonesia akan pasukan komando elite pasca revolusi kemerdekaan. Cikal bakalnya dibentuk pada 16 April 1952 oleh Kolonel Alexander E. Kawilarang dengan nama Kesatuan Komando Teritorium III/Siliwangi (Kesko TT).

Dibantu oleh Mayor Mochammad Idjon Djanbi, seorang mantan anggota Korps Speciale Troepen Belanda yang bergabung ke TNI, unit kecil ini mulai melatih prajurit komando berbaret merah. Nama satuan ini beberapa kali berganti seiring dinamika TNI, dari KKAD (Kesatuan Komando AD), lalu RPKAD (Resimen Para Komando AD) tahun 1954, yang berkembang menjadi resimen para komando dengan beberapa batalyon lintas udara.

Sebagai RPKAD di era 1960-an, pasukan baret merah ini terjun di berbagai operasi penting. Mereka terlibat menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Barat dan Permesta di Sulawesi pada akhir 1950-an. RPKAD juga ikut serta dalam Operasi Trikora tahun 1961-1962 untuk merebut Irian Barat (Papua), serta diterjunkan dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1966) di Kalimantan.

Reputasi RPKAD juga terlihat dari peran pentingnya dalam penumpasan Gerakan 30 September 1965. Prajurit RPKAD di bawah Komandan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dikenal terlibat operasi penangkapan PKI di Jawa dan Bali tahun 1965-1966. Aksi itu sebagai pengamanan negara dari bahaya komunis.

Tahun 1971, nama pasukan ini berubah menjadi Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha). Pada masa Kopassandha, kiprahnya makin mengglobal. Kopassandha adalah ujung tombak invasi Indonesia ke Timor Timur tahun 1975, termasuk operasi khusus untuk melumpuhkan pimpinan Fretilin.

Prajurit Kopassandha-lah yang pertama kali mendarat di Dili saat Operasi Seroja 7 Desember 1975. Pasukan ini terus berperan sepanjang konflik Timor Timur, diantaranya berhasil menangkap pemimpin gerilyawan Xanana Gusmao pada 1992.

Nama Kopassus sendiri baru digunakan sejak 26 Desember 1986, ketika ABRI melakukan reorganisasi dan mengganti nama Kopassandha menjadi Komando Pasukan Khusus. Di era 1980-an inilah Kopassus membentuk Detasemen 81 Antiteror dan menyempurnakan struktur pasukan.

Operasi Woyla (1981) menjadi titik gemilang. Tim Kopassus (saat itu masih Kopassandha) di bawah Letkol Sintong Panjaitan berhasil menyerbu pesawat Garuda yang dibajak teroris di Bandara Don Muang, Bangkok, menewaskan para pembajak dan membebaskan seluruh sandera. Keberhasilan dramatis ini melambungkan nama Kopassus di tingkat internasional sebagai pasukan elit berkemampuan tinggi dalam kontra-terorisme.

Memasuki era 1990-an, Kopassus terlibat intens dalam operasi kontra-pemberontakan di Timor Timur dan Aceh. Taktik non-konvensional diterapkan. Pada awal 1990-an, Kopassus di Timor di bawah pimpinan Kolonel Prabowo Subianto diduga memakai strategi tim “ninja” berkerudung hitam untuk memburu gerilyawan secara rahasia di malam hari. Mereka juga membentuk milisi lokal pro-Indonesia. Sementara di Aceh (DOM 1989-1998), Kopassus turut memberantas pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka dengan operasi intelijen dan penangkapan tokoh separatis.

Kopassus juga mencatat sejarah kontroversial menjelang Reformasi 1998. Tim kecil dari Kopassus, dikenal sebagai Tim Mawar, terbukti melakukan penculikan aktivis pro-demokrasi pada 1997-1998. Operasi clandestine ini bertujuan membungkam suara oposisi menjelang tumbangnya Orde Baru. Sejumlah aktivis prodem ditangkap secara ilegal dan beberapa “hilang” hingga kini. Peristiwa kelam ini menyeret Kopassus ke dalam pusaran politik akhir Orde Baru, memunculkan kritik luas terhadap militer. Setelah reformasi, beberapa perwira Tim Mawar dijatuhi sanksi.

Pasca jatuhnya Soeharto 1998, Kopassus menghadapi periode introspeksi dan reformasi internal. Prabowo Subianto sendiri diberhentikan dari dinas militer pada Agustus 1998 akibat dugaan keterlibatannya dalam penculikan aktivis dan pelanggaran prosedur (ia bahkan sempat dicekal masuk Amerika Serikat selama bertahun-tahun). Di era reformasi TNI, Kopassus agak “ditarik” dari sorotan politik. Beberapa satuan dalam Kopassus dirombak. Grup 4 (intelijen) sempat dilebur menjadi Grup 3, dan Detasemen 81 dikembalikan statusnya (tidak lagi disebut Grup 5). TNI juga menghentikan dwifungsi ABRI, sehingga peran politik Kopassus dikurangi signifikan.

Meski begitu, kemampuan tempur Kopassus terus diasah di masa demokrasi. Pasukan ini terlibat dalam berbagai operasi militer selain perang seperti penanggulangan teror (misal penumpasan kelompok teroris di Poso awal 2000-an), bantuan operasi pembebasan sandera WNI yang disandera perompak Somalia tahun 2011, pengamanan event internasional, hingga tugas penjagaan kedutaan di daerah konflik (pernah mengamankan Kedubes RI di Kabul, Afghanistan 2013).

Seiring membaiknya hubungan militer Indonesia-AS, kerja sama pelatihan Kopassus dengan negara barat pun kembali berlangsung. Tahun 2020, AS untuk pertama kalinya sejak 1999 mengundang Kopassus latihan bersama.

Transformasi Kopassus mencapai puncaknya di pertengahan 2020-an dengan restrukturisasi besar yang dilakukan Presiden Prabowo. Setelah lebih dari 20 tahun “berbenah diri”. Kopassus kini muncul kembali sebagai kekuatan yang diperhitungkan, baik secara militer maupun politis. Modernisasi alutsista, peningkatan anggaran, serta ekspansi organisasi di era Prabowo menandai kebangkitan Kopassus sebagai salah satu pilar pertahanan Indonesia masa kini.

Prabowo saat menjabat Danjen Kopassus
Jejak Prabowo di Kopassus
Nama Prabowo Subianto tak terpisahkan dari sejarah Kopassus. Prabowo adalah perwira lulusan Akmil 1974 yang hampir seluruh karier militernya dihabiskan di satuan baret merah ini. Ia adalah menantu Presiden Soeharto, namun juga seorang prajurit komando yang dikenal nekat dan ambisius.

Jejak Prabowo di Kopassus dimulai sejak ia muda: tahun 1976, di usia 26, Letnan Prabowo ditugaskan memimpin satu Tim Nanggala (unit operasi khusus) di Timor Timur, di bawah Resimen Para Komando (Kopassandha).

Prestasi awalnya mencengangkan. Pada Desember 1978, tim yang dipimpinnya berhasil menemukan dan menembak mati Nicolau Lobato, pemimpin perlawanan Fretilin yang juga Presiden pertama Timor Leste. Keberhasilan menangkap/melumpuhkan tokoh pemberontak ini mengangkat pamor Prabowo muda di kalangan petinggi ABRI.

Awal 1980-an, Kapten Prabowo bersama Mayor Luhut B. Panjaitan dikirim berlatih anti-teror di Jerman Barat (GSG-9). Sepulangnya, mereka mendirikan Detasemen 81 Antiteror Kopassus tahun 1982, yang menjadi satuan anti-teror pertama di Indonesia, dengan Luhut sebagai komandan dan Prabowo wakilnya. Pengalaman ini menambahkan reputasi Prabowo sebagai perwira elite serba bisa, mahir operasi komando biasa maupun anti-teror.

Pada 1990-an, Prabowo makin menanjak. Ia menjabat Komandan Grup 3/Sandhi Yudha Kopassus (intelijen) berpangkat kolonel. Dalam posisi inilah ia memimpin operasi kontra-gerilya di Timor Timur dengan metode tak lazim. Prabowo merekrut pemuda lokal dan “preman” untuk dijadikan milisi anti-Fretilin, melatih mereka melakukan teror terhadap simpatisan kemerdekaan. Gerakan mereka ala ninja, sifat operasinya rahasia, sehingga tak ada yang tahu.

Puncak karier Prabowo adalah ketika ia dilantik menjadi Danjen Kopassus pada Desember 1995. Hanya berselang enam bulan, 25 Juni 1996, Prabowo melakukan reorganisasi besar Kopassus. Dalam upacara militer di Cijantung, ia mengumumkan Kopassus dimekarkan dari 3 grup menjadi 5 grup, yakni Grup 1 dan 2 (para komando), Grup 3 (Pusdiklat), Grup 4 (Sandhi Yudha/Intelijen), dan Grup 5 (Anti-Teror).

Inilah pertama kalinya satuan intelijen dan anti-teror Kopassus “dilembagakan” terbuka sebagai grup tersendiri. Pembentukan Grup 4/Sandhi Yudha dianggap sebagai upaya Prabowo memberikan payung resmi bagi operasi intelijen Kopassus yang selama ini tersembunyi. Dari sinilah nantinya muncul Tim Mawar – tim kecil di bawah Grup 4 yang melakukan operasi penculikan aktivis pro-demokrasi 1998.

Sebagai Danjen, Prabowo juga langsung unjuk gigi di operasi lapangan. Awal 1996, terjadi krisis sandera peneliti Mapenduma di Papua: 11 peneliti (WNI dan warga asing) disandera OPM di pedalaman Papua. Ia pun mendirikan posko di Wamena dan mengomando operasi. Kopassus berhasil menyergap kamp OPM dan membebaskan para sandera.

Menjelang keruntuhan Orde Baru, Prabowo terseret dalam arus politik. Ia diangkat sebagai Panglima Kostrad Maret 1998, hanya beberapa bulan sebelum Suharto tumbang. Dalam drama Mei 1998, Prabowo dituduh engambil langkah di luar komando, menggerakkan pasukan tanpa seizin Panglima ABRI Wiranto. Laporan menyebut ratusan anggota Kopassus eks anak buah Prabowo diterbangkan dari Timor Timur ke Jawa menjelang kerusuhan Mei. Kopassus juga dituduh mengerahkan sekelompok preman Lampung ke Jakarta untuk memprovokasi kerusuhan. Tuduhan ini belakangan tak terbukti. Bahkan, tuduhan ini cukup menjadi alasan bagi Wiranto untuk menyingkirkan Prabowo pasca lengsernya Soeharto.

Pada 22 Mei 1998, Prabowo diberhentikan dari jabatan Pangkostrad, lalu resmi dipensiunkan dini dari TNI. Investigasi internal menuduh ia melakukan langkah di luar kewenangan dan “menciptakan instabilitas”. Di sisi lain, Tim Mawar bentukan Kopassus di bawah Prabowo telah ketahuan menculik 9 aktivis (sebagian kembali, sebagian hilang). Akhirnya, Prabowo tidak dihukum pengadilan, tetapi pemecatan dini menutup karier militernya.

Dua dekade kemudian, Prabowo kembali dalam posisi puncak sebagai sipil, Menteri Pertahanan (2019-2024) dan kini Presiden RI. Menariknya, kebijakan-kebijakan Prabowo di bidang pertahanan banyak bersinggungan dengan latar belakangnya di Kopassus. Ia mendorong peningkatan anggaran satuan elite, dan puncaknya melakukan reorganisasi Kopassus 2025 yang menjadikan struktur yang ia rintis dulu (5 grup era 1996) berkembang lebih jauh menjadi 6 grup.

Pengaruh Prabowo terhadap “wajah” Kopassus sekarang sangat terasa, mulai dari penekanan pada kemampuan intelijen dan antiteror, ekspansi wilayah operasi, hingga penempatan figur-figur dekat dengannya. Panglima Kopassus yang pertama, Letjen Djon Afriandi, diketahui adalah perwira yang pernah menjadi anak buah Prabowo di Kopassus sebelumnya. Hal ini mengindikasikan kesinambungan visi Prabowo dalam tubuh Kopassus.

Secara historis dan politis, Kopassus era Prabowo bisa dilihat sebagai upaya mengembalikan kejayaan korps Baret Merah namun dengan tantangan berbeda. Jika dulu Kopassus adalah alat rezim Orde Baru untuk operasi senyap di dalam negeri, kini Kopassus diperkuat untuk menghadapi ancaman militer modern sekaligus sebagai simbol kekuatan nasional.

Prabowo telah membentuk Kopassus dua kali. Pertama sebagai Danjen muda di tahun 90-an yang agresif. Dan kini sebagai Presiden yang memberi Kopassus lingkup lebih luas dan legitimasi struktural lebih tinggi. Waktu akan membuktikan bagaimana transformasi ini berdampak pada profesionalisme Kopassus dan penggunaannya dalam konteks demokrasi Indonesia. Yang jelas, pasukan baret merah ini kembali berada di pusat panggung, tajam dan sigap, sejalan dengan motto legendaris mereka, “Berani, Benar, Berhasil.” …Komando!

#tnihebatkuat
#kopassuspasukanelit
#kopassuspedulihebat
#kopassuskebangganindonesia

Foto : Google

Posting Terkait

Jangan Lewatkan