Kasus Dugaan Tipu Gelap Uang Warisan Bakal Berbuntut Panjang, Ahli Waris Batalkan Jual Beli dan Lapor ke Polda Sumut

Headline5281 Dilihat

Medan – Terkait kasus dugaan penipuan dengan penggelapan, uang hasil penjualan tanah warisan, yang dilakukan oleh Ratna Dewi Siregar warga Desa Sei Rotan, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, bakal berbuntut panjang.

Setelah ahli waris syah melakukan upaya dumas ke Polsek Medan Tembung dan Problem Solving ke unsur tiga pilar Desa Sei Rotan tidak membuahkan hasil, karena Ratna Dewi Siregar tidak juga hadir memenuhi undangan Problem Solving tersebut, sejumlah ahli waris akhirnya berkomitmen membatalkan jual beli tanah warisan tersebut dan akan melaporkan secara resmi ke Polda Sumut.

Hal ini disampaikan tiga ahlis waris yakni, Fahruddin Siregar, Juriah Siregar dan Sarinah Siregar ketika ditemui wartawan di Kantor Desa Sei Rotan Jl. Pendidikan, Dusun II, Desa Sei Rotan, Kec. Percut Sei Tuan, Jumat (15/8/2025).

Adapun kronologi kasus dugaan penipuan dengan penggelapan yang dilakukan oleh Ratna Dewi Siregar dengan menguasai uang hasil penjualan tanah warisan seluas 10 rante lahan sawah, yang terletak di Sepirok, Desa Sigirirng-Giring Lombang, Tapanuli Selatan.

“Ya, saya langsung menyerahkan uang hasil penjualan tanah warisan tersebut kepada Ratna Dewi Siregar, sebesar Rp.20 Juta lebih”, ujar Fahruddin Siregar.

Fahruddin Siregar mengungkapkan, modus operandi yang dilakukan Ratna Dewi Siregar dengan menjanjikan, bisa mengurus surat tanah milik keluarganya di Jl. Pukat Banting I Mandala By Pass, Kec. Medan Tembung.

“Ada dua kali saya berikan uang hasil penjualan tanah warisan tersebut kepada Ratna Dewi, yakni pertama sebesar Rp.5 juta, dan kedua Rp.19.500.000, katanya dia bisa mengurus surat tanah milik keluarga kami, tapi nyatanya hingga saat ini tak jelas”, beber Fahruddin.

Tidak hanya itu saja, lanjut Fahruddin, anehnya ketika dirinya meminta uang tersebut dikembalikan, karena memang hampir dua tahun lebih lamanya pembuatan surat tanah tak juga selesai, namun Ratna Dewi terkesan mengelak dengan berbagai alasan. Ratna juga kerap mengelak dan tidak ada dirumah ketika beberapa kali akan ditemui.

“Rencana saya mau bayar PBB tanah kami yang di Mandala, jadi saya minta uang tersebut dikembalikan saja, kalau memang suratnya tak bisa diurus, namun dia terus mengelak dengan membuat alasan nanti saja kita bagi uang penjualan tanah warisan tersebut setelah dilunasi oleh pembeli”, ungkap Fahruddin.

Sementara itu, Sarinah Siregar mengaku heran dengan rencana Ratna Dewi yang notabenenya hanya cucu tiri dari Ibu mereka, berencana akan membuat surat tanah warisan milik Ibu kandungnya tersebut.

“Berarti, dari awal si Ratna merayu kakak dan abang kandung saya untuk menjual tanah warisan milik keluarga kami di Sigiring-Giring Lombang, dan uang tersebut sebagian digunakan untuk menerbitkan surat tanah kami di Mandala. Hal ini jelas rencana jahat”, kata Sarinah.

Secara tegas Sarinah mengatakan, kalau untuk tanah milik keluarganya yang di Jl. Pukat Banting I Mandala By Pass adalah tanah peninggalan Almarhumah Ibunya dan tanah tersebut dibeli oleh Ibunya, bukan tanah Almarhum bapak si Ratna.

“Tanah kami yang di Jl. Pukat Banting I Mandala By Pass, itu adalah hak enam orang anak kandung Ayah dan Ibu kami sebagai ahli waris, bukan tanah bapak si Ratna, dan saat ini secara syah dikuasakan kepada saya mewakili kakak dan abang-abang kandung saya, ketika almarhumah Ibu kami masih hidup. Jadi kalau memang ada yang mencoba-coba melakukan penerbitan surat lain, berarti palsu dan wajib dibawa keranah hukum”, jelas Sarinah.

Sarinah menambahkan, satu hal, tanah warisan yang terletak di Sigiring-Giring Lombang juga syah milik Ibu kandungnya. Dan selama puluhan tahun ibunya menyewakan tanah tersebut kepada Hadiruddin Siregar, dengan pembayaran setiap tahunnya.

“Saya selaku salah satu ahli waris syah tidak diikut sertakan dalam jual beli tanah warisan tersebut. Malahan si Ratna yang hanya berstatus sebagai Cucu menjadi orang terdepan dalam menjual tanah tersebut. Jadi intinya saya tidak setuju dan akan membatalkan serta membawa kasus ini keranah hukum”, tandasnya.

Cacat Hukum Dalam Penjualan Tanah Warisan

Menanggapi adanya jual beli tanah warisan yang terletak di Sepirok, Desa Sigiring-Giring Lombang tersebut, salah seorang pemerhati hukum, yakni Ketua LSM Sergap, Oliver Sirait, SH, menilai, terjadi pelanggaran hukum akibat penyelewengan administrasi.

“Seharusnya penjualan tanah warisan tersebut disepakati dan ditandatangani oleh semua ahli waris syah, tidak serta merta hanya beberapa orang saja”, jelas Oliver.

Oliver menegaskan, kalau ada salah satu ahli waris yang tidak dapat hadir pada saat penjualan tanah warisan. Harus diwakilkan, dengan membuat surat kuasa kepada yang mewakili. Kalaupun tidak ada yang mewakili, yang bersangkutan harus membuat surat persetujuan yang dilegalisir notaris, ataupun membuat surat diatas materai alasan tidak dapat hadir, tetapi menyetujui penjualan tersebut. Namun ketika sejumlah persyaratan ini dilanggar, penjualan tanah warisan tersebut sudah jelas tidak syah (cacat hukum), dan dapat dibatalkan demi hukum.

“Tidak bisa ditawar-tawar lagi, semua ahli waris mempunyai hak atas bagian tanah warisan tersebut. Jadi persetujuan seluruh ahli waris adalah syarat mutlak dalam jual beli tanah warisan”, tegas Oliver Sirait, SH menutup. (Red)